Bintang Kejora // Saturday, November 9, 2013
4:02 PM |
Aku membuka pintu pagar sedikit kasar Sambil mengumpat, aku juga menendangi batu yang ada di sekitar kakiku Sebal. itu yang aku rasakan Bukannya aku tidak mau, Tapi malam itu cuaca cukup dingin untuk keluar rumah "Terima Kasih" Dan wanita itu hanya menjawab dengan lembut "Sama-sama" Aku kembali memasukkan tangan ke dalam saku jaketku. Lalu mulai berjalan pulang Aku mengusap hidungku yang mulai merah karena dingin Berjalan di tengah jalan yang sunyi Ya kurasa tidak akan ada kendaraan yang lewat. Tentu saja, karena sekarang tengah malam. Aku berjalan pelan Mendongak ke atas untuk melihat bintang Oh, yang ku temukan hanya bulan yang kurus kering Ya, sekarang masih minggu pertama bulan November Bulan belum cukup kuat untuk menerangi malam ini. Aku terus berjalan sambil tetap melihat langit Aku menghentikan langkahku, karena... Aku menemukan satu bintang yang cukup terang Hanya satu, Bintang Kejora Bintang Kejora, Mengingatkanku pada seseorang Seseorang yang tidak memiliki mata saat ia tersenyum Seseorang yang bersuara serak basah saat dia tertawa Seseorang yang membuat kami tersenyum saat teringat dirinya . . . "Ayo! Sebentar lagi kita sampai!" Kami yang berbaris di belakangnya hanya menarik nafas banyak-banyak "Kita sudah sampai teman-teman, lihat!" Ia mengangkat tinggi-tinggi tongkat bambu yang dipegangnya. Kami terpesona. Terpesona dengan pemandangan kota yang kami lihat dari bukit kecil ini Ia mengajari kami bagaimana berjuang mencapai puncak teratas . . . Aku tertawa kecil Mengingat petualangan pertama kami Saat kami berumur 11 tahun. Lalu aku mengingat saat kami mulai berpisah . . . "Hanya aku yang di luar kota, dan kalian tidak ada yang satu sekolah?" Kami mengangguk, lalu menunduk. Perpisahan kami ada di depan mata. "Kalian ini bicara apa? Kita masih bisa bertemu saat liburan! Malam hari kita juga bisa menelfon!" Ia tersenyum, tersenyum optimis. Ia percaya kami tidak akan berpisah. Lalu kami ikut tersenyum seiring dengan senyumnya. . . . Setelah berpisah, kami tidak mengabari satu sama lain. Namun suatu hari adikku bilang aku mendapat telfon. "Halo? Ini aku! Kamu apa kabar?" Aku tersenyum, mengerti suara ceria khasnya. . . . Aku kembali tersenyum mengingat masa lalu, 3 hari sekali ia mengendap keluar asrama untuk menelfonku Ia selalu menelfonku disaat aku membutuhkannya. Seolah ia mengerti bagaimana keadaanku saat itu. Bahkan hingga ia hafal nomor telepon rumahku. . . . Suatu hari di saat liburan sekolah Aku tahu ada seseorang yang mengetuk pintu rumahku Dan aku tahu itu dia, Ia tersenyum Ia sangat berubah. Suaranya semakin berat dan ia semakin tinggi "Besok kita jalan-jalan yuk! Aku juga sudah mengajak yang lain." Aku tersenyum senang dan mengangguk Saat itu adalah berkumpulnya kami setelah 2 tahun tidak bertemu. . . . "Eh sungguh? Kalian tidak ada yang bisa?" Aku mengiyakan dan memberi alasan padanya. Kami berjanji akan bermain lagi di akhir liburan, sehari sebelum ia kembali ke asrama. Namun kami memiliki rencana masing-masing bersama keluarga kami,sehingga terpaksa dibatalkan. "Kalau begitu, aku hanya bisa berpamitan pada kalian. Kita bermain lagi liburan yang akan datang.Oke?" Kami mengangguk senang. Berharap tidak batal lagi seperti saat ini. . . . Aku tersadar akan lamunanku. Aku mulai berjalan lagi dan tidak menatap bintang itu lagi Aku mempercepat langkahku Semakin cepat dan semakin cepat Lalu aku melihat sinar yang sangat terang dari kejauhan. Sebuah mobil mengarakan lampunya tepat ke arahku. Silau....... Aku menghadang cahaya terang yang datang dengan tanganku. Dan aku kembali menyadari, bahwa hari disaat dimana kami bermain bersama lagi tidak akan datang. . . . Dia meninggal saat ia akan kembali ke asrama Ia mengalami kecelakaan Kami tahu malamnya setelah ia dimakamkan, karena ibunya menelfon Awalnya kami tidak percaya Ya, kami tidak percaya Dia telah tiada. Kami tidak menangis. Bahkan kami masih merencanakan apa yang akan kami lakukan liburan mendatang. Kami masih menantikan liburan itu Kami masih tertawa saat itu. . . . Hingga... Orang tuanya mengantarkan kami ke makamnya. Makam dingin dengan nisan bertuliskan namanya. . . . Saat itu lah kami menangis bersama. Menyadari bahwa ia takkan menelfon kami lagi. Kami tidak bisa melihat tawanya lagi. Kami tidak bisa melihat senyumnya lagi. Kami menyadari bahwa ia sudah tiada. Kami semua menyesal dan merasa bersalah karena tidak menepati janji . . . Sejak saat itu. Kami tidak pernah bertemu lagi. Kami tidak pernah saling berkomunikasi lagi. Kami kehilangan alat komunikasi kami. . . . Hingga pada tanggal 10 Februari Tanpa sengaja kami bertemu kembali Di makam Dia Pada hari ulang tahun Dia yang ke-15 Kami menangis lagi Lagi, dan lagi Hingga kami benar-benar bisa merelakannya Dan kami bisa tetap bersama tanpanya . . . Tanggal 10 Februari setiap tahunnya Kami mengunjunginya Mengenang masa lalu kita Bercerita perjalanan kami Selamanya hanya Dia yang bisa membuat kami berkumpul lagi Bagas, Kami tak akan melupakanmu Selamanya kau ada di dalam hati kami Menerangi hati kami Menghangatkan jiwa kami "Setiap melihatmu, aku selalu tersenyum. Bagas, Bintang kejora kami." (Ini kisah nyata yang dibuat fiksi, sebenarnya gak se-alay ini. Tapi soal Janji dan peringatan 10 Februari masih melekat di hati kami, perjalan ke bukit kecil dan menelfon itu juga nyata. Cuma ya gitu dibuat alay. Hehehe. maaf ya words-nya gaje banget xD) Labels: ceritaku, My Story, Words |